Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi atau dikenali sebagai Rhazes di dunia barat adalah salah seorang pakar sains Iran. Ar-Razi lahir pada 251 H./865 dan wafat pada tahun 313 H/925. Nama Razi-nya berasal dari nama kota Rayy. Kota tersebut terletak di lembah selatan jajaran Dataran Tinggi Alborz yang berada di dekat Teheran, Iran. Di kota ini juga, Ibnu Sina menyelesaikan hampir seluruh karyanya.
Saat
masih kecil, ar-Razi tertarik untuk menjadi penyanyi atau musisi tapi dia kemudian lebih tertarik
pada bidang alkemi. Pada umurnya yang ke-30, ar-Razi memutuskan untuk
berhenti menekuni bidang alkemi dikarenakan berbagai eksperimen
yang menyebabkan matanya menjadi cacat. Kemudian dia mencari dokter yang bisa
menyembuhkan matanya, dan dari sinilah ar-Razi mulai mempelajari ilmu
kedokteran.
Razi
menjadi kepala Rumah Sakit di Rayy pada masa kekuasaan Mansur ibnu Ishaq,
penguasa Samania. Ar-Razi juga menulis at-Tibb al-Mansur yang khusus
dipersembahkan untuk Mansur ibnu Ishaq. Beberapa tahun kemudian, ar-Razi pindah
ke Baghdad pada masa kekuasaan al-Muktafi dan menjadi kepala sebuah rumah sakit di Baghdad.
Setelah
kematian Khalifan al-Muktafi pada tahun 907 Masehi,
ar-Razi memutuskan untuk kembali ke kota kelahirannya di Rayy, dia mengumpulkan
murid-muridnya. Dalam buku Ibnu Nadim yang berjudul Fihrist, ar-Razi
diberikan gelar Syaikh karena dia
memiliki banyak murid. Selain itu, ar-Razi dikenal sebagai dokter yang baik dan
tidak membebani biaya pada pasiennya saat berobat kepadanya.
Kontribusi di bidang Bidang Kedokteran
Cacar dan campak
Sebagai
seorang dokter utama di rumah sakit di Baghdad, ar-Razi merupakan orang pertama yang membuat
penjelasan seputar penyakit cacar:
"Cacar
terjadi ketika darah 'mendidih' dan terinfeksi, dimana kemudian hal ini akan
mengakibatkan keluarnya uap. Kemudian darah muda (yang kelihatan seperti
ekstrak basah di kulit) berubah menjadi darah yang makin banyak dan warnanya
seperti anggur yang matang. Pada tahap ini, cacar diperlihatkan dalam bentuk
gelembung pada minuman anggur. Penyakit
ini dapat terjadi tidak hanya pada masa kanak-kanak, tapi juga masa dewasa.
Cara terbaik untuk menghindari penyakit ini adalah mencegah kontak dengan
penyakit ini, karena kemungkinan wabah cacar bisa menjadi epidemi."
Diagnosa
ini kemudian dipuji oleh Ensiklopedia Britanika (1911)
yang menulis: "Pernyataan pertama yang paling akurat dan tepercaya tentang
adanya wabah ditemukan pada karya dokter Persia pada abad ke-9 yaitu Rhazes,
dimana dia menjelaskan gejalanya secara jelas, patologi penyakit yang
dijelaskan dengan perumpamaan fermentasi anggur dan cara mencegah wabah
tersebut."
Buku
ar-Razi yaitu Al-Judari wal-Hasbah (Cacar dan Campak) adalah buku
pertama yang membahas tentang cacar dan campak sebagai dua wabah yang berbeda.
Buku ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan bahasa Eropa lainnya. Cara penjelasan yang tidak
dogmatis dan kepatuhan pada prinsip Hippokrates dalam pengamatan klinis memperlihatkan cara
berpikir ar-Razi dalam buku ini.
Berikut
ini adalah penjelasan lanjutan ar-Razi: "Kemunculan cacar ditandai oleh
demam yang berkelanjutan, rasa sakit pada punggung, gatal pada hidung dan mimpi
yang buruk ketika tidur. Penyakit menjadi semakin parah ketika semua gejala
tersebut bergabung dan gatal terasa di semua bagian tubuh. Bintik-bintik di
muka mulai bermunculan dan terjadi perubahan warna merah pada muka dan kantung
mata. Salah satu gejala lainnya adalah perasaan berat pada seluruh tubuh dan
sakit pada tenggorokan."
Alergi dan demam
Razi
diketahui sebagai seorang ilmuwan yang menemukan penyakit "alergi
asma", dan ilmuwan pertama yang menulis tentang alergi
dan imunologi. Pada salah satu tulisannya, dia menjelaskan
timbulnya penyakit rhintis setelah
mencium bunga mawar
pada musim panas. Razi juga merupakan ilmuwan pertama yang menjelaskan demam
sebagai mekanisme tubuh untuk melindungi diri.
Farmasi
Pada
bidang farmasi, ar-Razi juga berkontribusi membuat peralatan seperti tabung,
spatula dan mortar. Ar-razi juga mengembangkan obat-obatan yang berasal dari merkuri.
Urologi
Urologi
merupakan cabang ilmu kedokteran yang khusus menangani bedah ginjal dan saluran
kemih serta alat reproduksi. Di bidang itu Ar-Razi menulis buku : “Al-Hawi fi al-Tibb”
yang
terdiri dari 23 volume dan merupakan ensiklopedia kedokteran dan operasi. Buku
ini adalah kontribusi utama al-Razi pada bidang kedokteran. Ia telah mampu mengembangkan sebuah mode analisis yang akurat
yang kemudian, di masa depan, menjadi dasar penelitian ilmiah.
Dalam buku “Tibb ar-Razi Dirasa wa tahlil
li-kitab al-Hawi “,Husain dan al-Okbey mengatakan ar-Razi tidak seperti
pendahulunya, al-Razi mengikuti skema asli dari metode pengklasifikasian
penyakit menurut organ yang terpengaruh.
"Dalam hal ini, ia menunjukkan kemampuan
yang tertinggi sebagai seorang dokter dengan presentasi berbagai kondisi ilmu
penyakit,'' ungkap Campbel dan Meyerhof M dalam karyanya berjudul Thirty-Three
Clinical Observations by Rhazes (circa 900 AD).
Maka
tak mengherankan bila sejarawan kedokteran, Margotta R Cumston, dalam bukunya “An
Illustrated History of Medicine”, menyatakan, dokter-dokter Muslim di era
keemasan Islam pada umumnya memiliki sejumlah kelebihan, yakni lebih teliti dan
hati-hati dalam menganalisis, memiliki wawasan yang luas mengenai kedokteran
Yunani serta mampu menggali bahan-bahan yang penting dan membuang bahan yang
tak berguna. Tak terkecuali ar-Razi.
Etika kedokteran
Ar-Razi
juga mengemukakan pendapatnya dalam bidang etika kedokteran. Salah satunya
adalah ketika dia mengritik dokter jalanan palsu dan tukang obat yang
berkeliling di kota dan desa untuk menjual ramuan. Pada saat yang sama dia juga
menyatakan bahwa dokter tidak mungkin mengetahui jawaban atas segala penyakit
dan tidak mungkin bisa mengobati semua penyakit, yang secara manusiawi
sangatlah tidak mungkin. Tapi untuk meningkatkan mutu seorang dokter, ar-Razi
menyarankan para dokter untuk tetap belajar dan terus mencari informasi baru.
Dia juga membuat perbedaan antara penyakit yang bisa disembuhkan dan yang tidak
bisa disembuhkan. Ar-Razi kemudian menyatakan bahwa seorang dokter tidak bisa
disalahkan karena tidak bisa menyembuhkan penyakit kanker dan kusta yang sangat
berat. Sebagai tambahan, ar-Razi menyatakan bahwa dia merasa kasihan pada
dokter yang bekerja di kerajaan, karena biasanya anggota kerajaan suka tidak
mematuhi perintah sang dokter.
Ar-Razi
juga mengatakan bahwa tujuan menjadi dokter adalah untuk berbuat baik, bahkan
sekalipun kepada musuh dan juga bermanfaat untuk masyarakat sekitar.[
Ar-Razi sejak muda telah mempelajari filsafat, kimia, matematika dan kesastraan. Dalam bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin Ishaq di Baghdad. Sekembalinya ke Teheran, ia dipercaya untuk memimpin sebuah rumah sakit di Rayy. Selanjutnya ia juga memimpin Rumah Sakit Muqtadari di Baghdad. Ar-Razi juga diketahui sebagai ilmuwan serbabisa dan dianggap sebagai salah satu ilmuwan terbesar dalam Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar