Meraih kemaslahatan dalam bermuamalah,
maka Islam membolehkan segala sesuatu sepanjang tidak terdapat larangan syar’i
di dalamnya. Demikian pula dalam praktik di bidang medis. Konsep dasar, system nilai dan berbagai
praktik pengobatan sepanjang bersesuaian atau tidak berlawanan dengan Al-Qur’an
dan As-Sunnah maka dibolehkan bahkan dianjurkan bila terbukti membawa
kemaslahatan. Islam adalah agama universal, oleh karennya dalam dunia medis pun
tidak spesifik merujuk pada ruang dan waktu tertentu. Ilmu kedokteran Islam
mencakup semua aspek, fleksibel, dan mengizinkan pertumbuhan serta perkembangan
berbagai metode diagnosis dan pengobatan penyakit.
Life style dan pedoman hidup sehat yang dicontohkan oleh
Rasulullah adalah kebenaran hakiki yang tidak diragukan manfaatnya bahkan dalam
penelitian modern lambat laun diketahui manfaat medisnya melalui berbagai
penelitian.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al- Ahzab: 21)
Pada ayat di atas ditegaskan, bahwa
segala hal yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW merupakan teladan yang baik,
tidak terkecuali dalam hal pengobatan dan pedoman hidup sehat yang kemudian
dikenal dengan sebutan Thibbun Nabawi.
Thibbun Nabawi
Lebih spesifik yang disebut Thibbun
Nabawi adalah metode pengobatan yang dianjurkan oleh Rasulullah Saw. Dan
basis Thibbun Nabwi tentu saja Wahyu. Metode pengobatan ala Nabi ini meliputi
kebiasaan hidup sehat, penggunaan terapi hijamah/bekam, ruqyah syar’iyyah,
penggunaan ramuan alami serta mengindari mengkonsumsi atau penggunaan obat yang
disinyalir mengandung zat yang diharamkan.
Terbukti kemudian, dalam berbagai
penelitian medis dan sains modern bahwa apa yang telah dianjurkan oleh Nabi Saw
sejak 13 abad yang lalu, adalah suatu kebenaran. Sebagai contoh : kebiasaan
berpuasa sunnah, berwudhu, membiasakan mengkonsumsi madu, kurma dan lain-lain,
makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang, terapi bekam dan ruqiyah, cara
tidur, manajemen waktu dan banyak lagi yang lainnya, kesemuanya memberikan
kemaslahatan kesehatan sepanjang dilaksanan secara benar dan memenuhi kaidah
sunatullah.
Kedokteran Modern
Kedokteran Modern adalah disiplin
medis berbasis riset dan eksperiman yang kemudian diakui kebenarannya. Metode
ini pun telah ada sejak zaman Nabi, terbukti dengan adanya profesi tabib pada
saat itu.
Dari
Sahabat Sa’ad mengisahkan, pada suatu hari aku menderita sakit, kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjengukku, beliau meletakkan
tangannya di antara kedua putingku, sampai-sampai jantungku merasakan sejuknya
tangan beliau. Kemudian beliau bersabda,
“Sesungguhnya
engkau menderita penyakit jantung, temuilah Al-Harits bin Kalidah dari
Bani Tsaqif, karena sesungguhnya ia adalah seorang tabib. Dan hendaknya dia
[Al-Harits bin Kalidah] mengambil tujuh buah kurma ajwah, kemudian ditumbuk
beserta biji-bijinya, kemudian meminumkanmu dengannya.” [HR. Abu Dawud
no.2072]
Pada
riwayat di atas dapat ditarik pengertian bahwa bilau bukanlah thabib. Oleh
karena itu Belau memerintahkan pasien ke tabib. Namun bilau tahu bahwa obat
untuk si pasien adalah tujuh buah kurma ajwa yang ditumbuh beserta bijinya. Bagaimana
pelaksaannya secara detail? Maka tabib berpengalamanlah yang beliau tunjuk.
Kisah lain diriwayatkan
oleh Abu Hurairah bahwa Nabi SAW telah memerintahkan dokter melakukan
pembedahan perut pada seorang laki-laki yang mempunyai penyakit kronis pada
perut. . Dokter itu berkata “Ya Rasulullah, mungkinkah seni kedokteran membantu
dalam hal ini? Nabi menjawab “Jika jenis pengobatan ini terbukti berhasil,
maka metode pengobatan ini hendaklah dipakai di sini”.
Beberapa hadits lain juga
menerangkan bahwa Rasulullah pernah memanggil dokter untuk pengobatan salah
satu sahabat Anshar yang mengalami pendarahan internal, bahkan Rasulullah
ketika menjelang wafatnya, beberapa dokter baik Arab maupun non Arab selalu
datang selalu datang serta duduk di samping beliau dan mengobati beliau.
Dari kenyataan diatas dapat
disimpulkan bahwa Rasulullah tidak melarang pengobatan dengan metode yang kini
disebut modern itu., malahan sangat menganjurkan bila hal itu terbukti baik dan
tidak bertentangan dengan syariat.
Pada era kejayaan Islam, kaum
muslimin secara sadar melakukan penelitian-penelitian ilmiah di bidang
kedokteran secara orisinal dan memberikan kontribusi yang luar
biasa di bidang kedokteran. Era kejayaan Islam telah melahirkan sejumlah tokoh
kedokteran terkemuka, seperti Al-Razi, Al-Zahrawi, Ibnu-Sina, Ibnu-Rushd,
Ibn-Al-Nafis, dan Ibn- Maimon.
Ibnu Sina misalnya, dokter kelahiran
Persia yang telah menghafal al Qur’an sejak usia lima tahun, tidak hanya
dikenal sebagai Bapak kedokteran Islam, dunia pun menyebutnya sebagai
Bapak Kedokteran dunia. Perkembangan dunia kedokteran awal tidak bisa terlepas
dari nama besar Ibnu Sina. Ibnu Sina menyumbangkan karya-karya original dalam
dunia kedokteran. Dalam Qanun fi Thib , ia menulis
ensiklopedia dengan jumlah jutaan item tentang pengobatan dan obat-obatan. Ia
juga memperkenalkan praktik medis secara sistematis, dan ini dijadikan rujukan
selama tujuh abad lamanya. Ibnu Sina pula yang mencatat dan menggambarkan
anatomi tubuh manusia secara lengkap untuk pertama kalinya. Ia pun adalah orang
yang pertama kali merumuskan, bahwa kesehatan fisik dan kesehatan jiwa ada
kaitan dan saling mendukung.
Praktik Pengobatan Islami
“Tidak ada penyakit yang Allah
ciptakan, kecuali Dia juga menciptakan cara penyembuhannya” (HR
Bukhari).
“Mohonlah kepada Allah kesehatan.
Sesungguhnya karunia yang paling baik setelah keimanan adalah kesehatan” (HR Ibnu Majah)
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang
menyembuhkan Aku.” (QS. Asy Syu’araa’: 80)
Keyakinan ini, hendaknya memotivasi
para dokter untuk senantiasa menggali dan mengembangkan ilmu kedokterannya
serta mengambil hikmah yang terkandung di dalamnya. Mengobarkan semangat para
praktisi kesehatan Nabi (thibbun nabawi) untuk menggali
teladan-teladan dari pola hidup Rasulullah SAW dan mulai melakukan penelitian
sehingga kedokteran Nabi kelak akan menjadi kedokteran yang terbukti
keilmiahannya, diterima secara global dan bisa jadi menjadi pintu masuk hidayah
bagi dokter-dokter barat yang memiliki kecintaan pada bidang kedokteran ini.
Namun demikian dikotomi yang terjadi
dewasa ini, telah membuat jarak yang jauh antara kedokteran modern dan Thibbun
Nabawi. Sehingga ketika disebut kedokteran Islam identik dengan Thibbun
Nabawi saja. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan, terjadi hubungan
antagonistis antara kedokteran modern dengan kedokteran Nabi. Tidak
seharusnya hal ini terjadi.
Idealnya, seorang yang melakukan
praktek kedokteran dalam kedokteran Islam, baik itu dokter dalam pengertian modern
ataupun praktisi Thibbun Nabawi hendaklah berperan ibarat
guru yang memberitahu pasien apa yang harus dikerjakan dan mengapa hal itu
harus dikerjakan dan membangun relationship dokter- pasien atau praktisi kesehatan - pasien secarai
efektif menuju kesembuhan pasien. Lebih dari itu menanamkan edukasi bagaimana
seharusnya setiap orang menyikapi fenomena sehat dan sakit.
Bagi seorang dokter dalam
melaksanakan tugasnya berlaku “Aegroti Salus Lex uprema” yang berarti
keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi. Jika pengobatan nabi disadari merupakan
pengobatan yang efektif dapat menyembuhkan pasien, maka tidak ada salahnya jika
seorang dokter menyarankan melaksanakan thibbun nabawi pada
pasiennya, sebaliknya, para praktisi kedokteran nabi tentu akan dapat mencontoh
Nabi SAW yang membolehkan bahkan menyarankan kedokteran modern jika itu
berguna untuk kemaslahatan.
Penelitian kedokteran modern yang
berkembang pesat, hendaklah dimanfaatkan oleh dokter-dokter muslim untuk
menemukan pengobatan penyakit mau pun mengambil pelajaran dan hikmah sehingga
dokter-dokter muslim dapat kembali merasakan zaman keemasan kedokteran Islam.
Di samping itu, dokter muslim yang mendalami ilmu kedokteran modern hendaklah
menjadi agen kedokteran Islam dengan berperilaku yang mencerminkan akhlakul
karimah.
Kita mensyukuri bahwa khazanah pengobatan
berbasis Thibbun Nabawi dewasa ini semakin mendapat perhatian. Namun demikin,
seharusnya tak berhenti di situ, riset yang konseptual dan sistematis hendaknya
dilakukan terus - menerus dan berkesinambungan. Dengan begitu pengobatan
cara nabi (Thibbun Nnabawi) akan menjadi kebanggaan universal
di era kemodernan.
Baik dokter (muslim) maupun
praktisi thibbun nabawi sudah seharusnya berusaha untuk kejayaan
kedokteran Islam dengan cara memperkaya khazanah ilmu masing-masing,
memberikan pelayanan kesehatan yang professional dan menunjukkan nilai-nilai
keislaman serta saling mendukung dan bekerja sama dalam rangka ikhtiar untuk
kesembuhan pasien. Sudah saatnya kedokteran Islam kembali menjadi kiblat
kedokteran dunia.
semoga kejayaan Islam dibidang kedokteran bisa diraih kembali
BalasHapusAmiin
Hapus